Sabtu, 03 November 2012

Hidup, Berat Atau Diberatkan ?

Kau akan tahu bagaimana kerasnya hidup ini setelah kau beranjak dewasa, lebih tepatnya ketika kau lulus. Baik setelah kau kuliah, atau mendapat pekerjaan, atau menjadi pengangguran sekalipun. Masalah tidak akan henti-hentinya datang, benar-benar mengujimu dari sisi tersembunyi yang tidak bisa dilihat oleh siapapun kecuali dirimu sendiri, sementara paras-parasnya terlihat sedikit dimata panca orang lain. Maslaah itu tidak hanya semata-mata muncul karena ingin mengujimu tapi masalah muncul untuk kebaikanmu. Dari pusing sampai tertawa karena ternyata kau bisa menyelesaikannya, entah dalam jangka waktu pendek atau lama. Yang pasti masalah tersebut pasti terselesaikan dengan caramu, dengan bantuan orang lain, atau hanya Tuhan yang bagaimana kau bisa menyelesaikannya.
Dulu sejenak saat otakku masih berada dalam suatu wadah yang lumayan cukup longgar, gelap, dan banyak suara-suara yang menggelisahkan. Suara-suara itu bagaikan suatu pengaruh besar yang bisa mengubahmu, merubah setiap kontanitas yang telah ada, dan mungkin suara-suara itu yang menginginkan otakmu meledak hari itu juga saat suara itu datang, mengganggumu, membuatmu kacau, sampai bahkan menangis tersedu-sedu karena ketakutan atau sesuatu yang tidak kau ketahui penyebabnya begitu pagi datang atau setelah kau berhenti menangis. Aku berfikir bahwa sebagai seorang pengangguran –sejak lulus tidak ada satupun pekerjaan yang mau berhadapan denganku–, semua orang bahagia kecuali para pengangguran yang merasa sendirian dan terpuruk seperti otak yang kukatakan berada dalam suatu wadah yang longgar, dan pengangguran yang lainnya mungkin bahagia karena mereka bersama orang lain, tapi aku tidak bersama siapa-siapa jadi bisa dibilang aku tidak bahagia. Aku berpikir seperti itu dan sering terpuruk, sering pula menangis, dan sering pula terkadang ingin mati karena otakku buntu oleh suara-suara semalam yang kudengarkan dan berlalu begitu pagi datang.
Adakah sesuatu yang bisa mengubahku berhenti berpikir seperti itu ? Ada. Tentu saja ada. Waktu yang akan menjawab, dan tentu waktu menjawab setelah aku cukup siap.
Awalnya para teman-temanku yang kuliah atau sudah bekerja merasa dirinya bahagia seperti dugaanku yang pertama, mereka tidak memiliki beban kecuali mereka sendiri yang membuat hidup mereka terbebani. Sebagian besar dari mereka membebani pikiran mereka dengan orang lain, orang yang menurut istilah mereka adalah orang yang mereka cintai, –tapi kalau mereka mencintainya kenapa mereka dibuat terbebani dan sekonyong-konyongnya menangis kegirangan karena sakit hati. Kemudian semua itu berangsur tidak lebih dari satu bulan.
Mereka mulai mengeluh, mereka yang kuliah ingin segera lulus atau malahan menyesal telah kuliah atau memilih jurusan tersebut atau juga berkuliah di universitas tersebut. Mereka yang bekerja menyesal kenapa mereka bekerja di tempat tersebut, dibidang yang tidak mereka ketahui, yang tidak mereka kuasai; dan sebagian dari mereka yang sebenarnya masih memiliki keinginan berkuliah bersumpah mati-matian menyesal karena tidak berkuliah tapi malah memilih bekerja. ‘Semoga tahun depan aku bisa kuliah, amin’. Amin. Itulah doa golongan terakhir.
Dan kalau digolongkan aku adalah golongan yang terakhir, menyesal kenapa saat ini aku masih menganggur dan bukannya duduk dibangku perkuliahan, mendengarkan dosen, mengantuk, bosan, dan acuh tak acuh. Hahaha. Saat ini bukan itu yang kupikirkan. Aku hanya ingin kuliah, melewatkan hari-hariku sebagai mahasiswa dan seandainya aku berani aku akan bersumpah seandainya kesempatan itu kudapatkan aku tidak akan menyia-nyiakannya. Dan kau tahu apa yang kulakukan kemarin, aku meguliahi temanku agar tidak menyiakan kesempatan emas mereka yang bisa kuliah tanpa harus bersusah payah sepertiku memikirkan bagaimana caranya mencari uang, kuliah di luar kota, dan mendapat restu orang tua. Dan beberapa waktu yang lalu kupasang status dan mengomentari status-status teman-temanku yang mengeluah karena perkuliahannya menyibukkan, aku ingin mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan mereka dan menyelamati betapa beruntungnya mereka bisa kuliah sekarang.
Kembali pada masalah kerasnya hidup.
Pada minggu-minggu selanjutnya sampai pada bulan selanjutnya, aku yang masih pengangguran dan masih sering –dan selalu mengeluh karena aku masih pengangguran mendengarkan keluhan, ehm…bukan keluhan semacam tindakan yang akan mereka lakukan selanjutnya. Mereka tertekan dan akan segera keluar dari pekerjaan mereka, alasannya seperti yang kupaparkan tersebut di atas, ini dan itu. Alasan mereka masuk akal, dan aku mulai merubah sepersekian kecil persen pikiranku yang dulu. Ternyata bukan hanya pengangguran, tetapi orang yang sudah mendapat pekerjaan dan mendapat gaji besarpun juga mengeluh. Ya, mungkin inilah hidup. Yang ini minta yang itu, dan yang itu minta yang ini. Kita sebagai manusia sadar atau tidak selalu merasa kurang, menyalahkan Tuhan, meminta lagi, dan tidak pernah bosa meminta lagi. Kalau aku sering menyadarinya karena aku adalah manusia dan itu adalah sifat mutlak manusia. Kira-kira siapa di dunia ini yang tidak ingin sesuatu yang lebih baik ?
Dan sedangkan yang berkuliah mereka masih mengeluh karena pada dasarnya pilihan mereka yang mutlak, mereka baru melangkah jadi tidak mungkin mundur, lagipula mereka beruntung dan dengan bantuan Tuhan mereka pasti masih bisa mengatasinya. Ilmu seperti logika yang liar, masih bisa diselesaikan dengan cara ini dan itu, dan hanya merek yang bisa menyelesaikannya. Dengan cara apa ? Belajar lagi dan lagi ? Atau, lebih baik dengan cara instan, menyontek, merepek, mencuri buku orang lain, menyalinnya ? Hanya Tuhan yang tahu dan itu kehendak-Nya.
Waktu masih berjalan dan mustahil bisa berhenti kecuali kiamat datang. Teman-temanku telah melakukan tindakan extream, mereka resign dengan alasan yang sama tapi mencapai pada level mengeluh tingkat kematian, tingkat akhir yang sudah tidak ditanggulangi lagi. ‘Pekerjaan itu benar-benar tidak cocok untukku. Terlalu A dan B. Seandainya masih Z aku masih bisa, tapi A bisa membuatku meledak’
Apakah itu bukti lagi ? Tidak itu adalah kenyataan alami dan mungkin Tuhan telah bosan melihat, mendengar, menanggapi –atau bahkan tidak ditanggapi lagi karena terlalu sering dan membosankan melihat makhluk-Nya yang jumlahnya melebih kaki-kaki kelabang (kaki seribu) itu seperti itu.
Tapi bagiku ini adalah bukti, bukti nyata bahwa semua orang memiliki masalah, hidup memang berat ketika bayi menjadi dewasa. Kenapa aku menyebutnya bayi ? Karena manusia memang seperti bayi, mereka menangis setiap kali Tuhan menangguhkan doanya, sama seperti bayi yang tidak diberi asi oleh ibunya karena baru beberapa menit lalu ia meminum asi dan tidak lama kemudian memintanya lagi setelah menyia-nyikannya hingga ibunya lelah. Manusia selalu manja dengan dirinya sendiri, membiasakan hidup mereka seperti baru lahir, merengek, tersenyum setelah diberi yang dimau, lalu membuangnya ketika mereka bosan. Semudah itukah manusia memanfaatkan inisialnya sebagai manusia ? Entahlah, analisisku belum sejauh itu.
Sampai pada tahap sejauh ini aku menulis, satu pemikiran tiba-tiba muncul dan aku masih mempertimbangkan. Apakah hidup ini berat ? Atau apakah manusia yang membuatnya menjadi berat ? Kehidupan memang rumit, maka dari itu rasanya berat.
Semoga ini bisa menjadi pertimbangan bagi kita yang manusia untuk menjadi makluk yang lebih baik dan rasional dengan pemikiran-pemikiran logis tetapi tetap memakai kaidah-kaidah iman yang kuat.

NB : Kalo ada salah kata atau gak nyambung harap maklum . Maklum belum di edit sama sekali . Sorry !! ^_^

Kamis, 21 Juni 2012

Holy Light


Beberapa hari yang lalu ibuku memberitahuku berita yang mengejutkan. Kakak sepupuku, ¾satu-satunya sepupu terdekat dengan keluargaku, yang selama ini kupandang baik dan tampak seperti laki-laki sebenarnya diantara sepupu-sepupuku yang lainnya, ia telah menghamili kekasihnya. Kira-kira hubungan mereka sudah berjalan sejak 6 tahun yang lalu, saat itu mungkin aku masih kelas 1 SMP dan kakak sepupuku itu masih kelas 1 atau 2 SMA. Aku benar-benar tidak menyangka orang sepertinya bisa melakukan kesalahan seperti itu.
Siapapun tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi jika melihat keseharian kakakku selama ini yang santun dan ramah tamah pada setiap orang, tapi….. apa daya fakta telah terungkap, nyatanya kakak sepupuku juga manusia biasa yang mudah tergoda, pada akhirnya dia telah melakukan kesalahan yang paling sering dilakukan oleh remaja-remaja pada jaman sekarang. Miris memang karena hal itu juga terjadi pada keluarga besarku.
Kemarin malam, sekitar pukul 11 malam kekasih kakakku melahirkan seorang bayi laki-laki, yang merah dan cantik. Rambutnya sangat lebat, kulitnya yang merah tampak bersinar, matanya sipit tapi di usia satu hari dia sudah mampu membuka mata selebar mata bayi berumur satu bulan. Tadi malam aku pergi ke rumah sakit untuk menjenguknya, kekasih kakakku yang sebentar lagi, kira-kira setelah lebaran nanti akan menjadi saudaraku dan anak itu juga akan menjadi saudaraku (ponakan dalam bahasa jawa).
Disana ada beberapa orang, mungkin saudara-saudara dari keluarga kekasih kakak sepupuku karena mereka asing dimataku. Ada pakde dan budeku, pakdeku yang menjemput kami dari pintu masuk dan budeku berada diruangan yang sama dengan kekasih kakak sepupuku. Setelah berjabat dengan saudara-saudara kekakasih kakak sepupuku yang ada diluar ruangan kami masuk kedalam, berjabat dengan bude dan beberapa orang yang ada disana, termasuk kekasih kakak sepupuku yang terbaring setelah operasi, lalu kami pergi keruangan bayi dimana bayi merah itu diletakkan.
Kakak sepupuku berdiri disamping balok kaca yang memagari bayinya. Aku tidak sempat memperhatikan wajah kakak sepupuku ketika melihat kami datang, mataku sudah terhipnotis dengan pesona bayi itu, dia benar-benar cantik meskipun dia seorang laki-laki. Kakak sepupuku menjabat tangan kami bergantian, pertama ibuku, ayahku, adikku, aku, dan kakakku. Pada saat ia mencium tangan kedua orang tuaku aku memperhatikan wajahnya dan matanya yang memperhatikan raut wajah kedua orang tuaku dengan hati-hati. Prediksiku, kakak sepupuku ingin tahu apa yang kedua orang tuaku rasakan ketika melihatnya atau mungkin dia ingin tahu seberapa kecewanya keduanya pada dirinya yang dipandang baik selama ini. Dia juga mencium tanganku seperti mencium kedua tangan orang tuaku, entah apa yang membuatnya mencium tanganku padahal dia jauh lebih tua dariku. Apakah dia ingin bercanda kepadaku, ¾aku tidak yakin, atau apakah dia terlalu gugup, atau mungkin dia terlalu malu. Dadaku mendadak sesak, aku tidak sanggup menatap wajahnya, dia terlalu merasa bersalah dan kecewa pada dirinya sendiri.
Mungkin awalnya aku juga merasa kecewa dan marah pada kakak sepupuku ketika ibuku menceritakannya tapi setelah itu aku berubah pikiran. Ditengah kesalahan yang mudah membuat orang khilaf, kabur atau mungkin memaksa kekasihnya untuk menggugurkannya adalah pikiran-pikiran yang mudah saja datang dari pikiran-pikiran manusia bersalah. Tapi hebatnya, ¾aku tidak bisa memungkiri hal ini, kakak sepupuku itu dengan jantannya berdiri melawan arus, dia bersedia bertanggung jawab dan enggan meminta kekasihnya untuk menggugurkannya, dialah orang yang berdoa dan bersumpah tidak ingin jabangnya digugurkan meski kekasihnya sempat mencoba untuk menggugurkannya. Sebagai seorang sepupunya aku bangga dengan kejantanannya.
Kami : aku, adikku, kakakku, dan kakak sepupuku, sesekali menengok ke ruangan saudara baruku itu. Setiap melihat wajahnya aku selalu girang dan ingin menyentuh tubuh merahnya, aku ingin tahu seperti apa kulit bayi yang baru berumur satu hari, aku juga ingin tahu bagaimana kulit merahnya itu memancarkan cahaya. Itu adalah kali pertamaku melihat bayi, ¾setelah dewasa ini. Aku senang bisa melihatnya, dia bayi yang terlahir dengan sempurna meski ia pernah digugurkan.
Dari waktu ke waktu raut wajah kecewa dan merasa bersalah tampak menyurut dari raut wajah kakak sepupuku. Aku rasa itu karena kakakku, aku juga heran kenapa kakakku bisa berkata-kata ditengah keadaan yang memaksa semua orang untuk diam, mereka hanya diizinkan menyuarakan pendapat atau apapun itu hanya dalam batin mereka. Kakakku tidak hanya menyuarakan dukungannya, ia juga menyuarakan kebanggannya, kebanggan yang sama yang kurasakan ketika mendengar bagaimana kakak sepupuku berusaha mempertahankan bayinya. Sebenarnya aku tahu apa yang ada dihati kakakku, diapun tidak mampu berkata-kata tapi saat itu tidak ada satupun orang yang bisa berkata-kata maka dari itu dia berusaha mengucap kata per kata demi kakak sepupuku.
Kakak sepupuku memang bersalah tapi dia tidak patut dihakimi. Tuhan telah mengkhendaki lahirnya bayi malang dan tak berdosaitu karena inilah jalan Tuhan. Dia (Tuhan) telah memiliki rencana untuk kakak sepupuku, bayinya, dan juga kekasihnya. Mereka adalah orang-orang pilihan yang di uji dengan cara seperti ini. Kedua orang tua bayi itu telah menanggung dosa dan keduanyapun harus menanggung malu.
Belum lagi bayinya, istilah kasarnya mungkin anak haram tapi menurut islam semua bayi itu suci, mereka terlahir tanpa dosa. Hanya saja secara islam dia tidak memiliki seorang ayah kandung meski secara ilmu kedokteran kakak sepupukulah ayah kandungnya. Secara islam bayi yang terlahir dari ibu yang belum bersuami secara sah maka dianggap tidak memiliki ayah kandung, inilah resiko bagi anak-anak yang terlahir dengan cara seperti itu. Mungkin hal spesifik itu tidak diketahui oleh kebanyakan orang, ¾akupun baru tahu dari kakakku. Dan menurut kakakku, beruntungnya anak itu seorang laki-laki, jika anak itu seorang perempuan maka statusnya yang tidak memiliki ayah kandung akan terlihat ketika anak itu menikah nanti. Pada saat prosesi ijab kabul tidak sah pernikahan anak itu jika kakak sepupuku mewalikannya.
Saat ini aku hanya bisa berdoa untuk bayi merah yang memancarkan sinar dan suci itu, semoga Tuhan senantiasa melindunginya, menjadikannya orang yang lebih baik daripada kedua orang tuanya, dan semoga Tuhan memiliki rencana yang terbaik untuk saudara baruku itu.

Leave Dream, Do Dream

Setelah lama hiatus akhirnya saya "sang pemilik" kembali membawa hal-hal yang...aneh (?) Entahlah apa sebutannya yang pasti saya bawa sesuatu yang baru dan berbau tulisan #plak . Ah gak taulah, pokoknya saya bawa sesuatu yang baru (masih ngotot deh ) . Hihihi
Ya udah ini silahkan baca !!!
NB : Gak usah mikirin sebenernya blog saya ini tentang apa sih . Pokoknya, intinya blog ini tentang semua hal hal yang saya suka so apapun ada disini. Kalau foto kayaknya saya masih berencana buat tumbler. Hehehe. Sekalian mindahin foto2 di laptop yang udah penuh sampe bikin LOLA pol. Ckckckc. Saya kehabisan kata2. Wasalan. Silahkan baca :D


Kau tahu apa yang saat ini sedang kurasakan ? Aku sangat sedih dan takut. Entah apa yang sebenarnya ada dalam otakku, aku hanya memikirkan sesuatu yang belum pernah kupikirkan sebelumnya : masa depan yang nyata. Dulu saat statusku masih pelajar dan akupun masih sering pergi ke sekolah aku selalu menantikan masa depanku. Masa depan yang selalu kuibaratkan seperti sebuah pintu besar pembatas duniaku saat itu dan impian yang ada dikepalaku. Gembok pintu itu terbuka namun pintu itu tidak pernah terbuka sampai saatnya tiba. Seharusnya ketika pengumuman kelulusanku diumumkan pintu itu terbuka dan aku keluar melewatinya dengan rasa suka cita dan tangis bahagia tapi, sampai saat ini meskipun pintu itu jelas telah terbuka didepan mata sekalipun aku belum pernah melewatinya. Aku masih terpaku ditempatku menatap keadaan diluar pintu itu, terkadang aku bergidik dan menjauh lebih jauh dari tempatku menanti.
Apa ini ketakutanku ? Apa yang aku takutkan ? Masa depan yang belum tampak ? Pengecut.
Aku pernah mengatakan, sekarang bukan saatnya bermimpi tapi sekarang adalah saatnya bertindak untuk bermimpi. Terbang menggapai bulan, berenang mencari berlian, berlari mencapai kesuksesan. Seharusnya itu yang harus kulakukan sekarang, seharusnya itu prioritas hidupku, seharusnya bukan disini lagi tempatku, seharusnya tidak ada lagi waktu berdiam, waktu tidak pernah berhenti, apa yang sedang aku tunggu ? Kesuksesan ? Belum pernah ada penulis yang menceritakan tentang kesuksesan pemalas yang lebih suka menunggu waktu dan tertidur pulas tanpa beban. Kediamanku tidak akan menghasilkan apapun. Waktu berfikirkupun sia-sia karena aku hanya menggunakan otak tanpa bertindak. Aku tidak cacat, seharusnya aku bergerak dengan segala organ yang kumiliki.
Dan pintu itu, mulai saat ini aku harus bisa keluar meski rasa takutku belum pernah beranjak. Pertama mungkin aku harus melihatnya lagi, memperhatikannya lagi, apa yang sedang pintu itu rencanakan ketika kakiku beranjak meninggalkan tempatku untuk pertama kalinya ? Kesuksesan atau kegagalan ? Atau dari sukses menjadi gagal ? Atau dari gagal menjadi sukses ? Atau gagal seterusnya ? Atau sukses selamanya ? Tidak ada satupun  orang yang tahu bahkan pintu itupun  tidak akan pernah mengatakan apapun. Pintu itu hanya benda mati, dia saksi bisu masa dahuluku dan masa depanku. Dan apa yang terjadi nanti adalah ganjaran apa yang telah aku lakukan, Tuhan Maha Adil, Dia Yang Maha Tahu akan memberikan ganjaran setimpal atas usahaku.
Kedua aku harus benar-benar keluar. Berusaha. Bermimpi. Berbicara pada Tuhan bahwa “aku pasti bisa”. Dan berbicara pada dunia “lihatlah aku !”. Akan kutunjukkan siapa aku sebenarnya. Aku bukan pembual.
Let's get up ! Leave your dream and do your dream. Your life is not world dream, this is the reality. Anything you do is evidence future. If you do the best, God will give you the best too. This life is like socialiszation. Everything hinge on what that we have done.